Powered By Blogger

Jumat, 07 Juni 2013

puisi



                                                                                DI ANTARA RINDU KITA BERDUA
Jika aku harus menjauh darimu,menata langkah menyusuri arah yang berbeda.
Mungkin kau perlu tahu,diantara do’a malam dan kilau bintang
Bayangan dirimu selalu setia menemaniku…
                Dipanjangnya hari tanpa dirimu,kupungut butir-butir rindu satu persatu.
                Biarlah angin senja membawanya  kepadamu
                Untuk rekatkan rindu diantara kau dan aku…
                                               

                                                                                                INDAH CINTA
Dengan segenap hati ku serahkan rasa kasih
Dan dengan ketulusan ini aku mencintaimu…
Segala asa dan rasa bersatu…
                                Detak rindu menyatu hati kita
                                Indahnya cinta seperti sa’at mentari pagi..
                                Sa’at hangatnya cintamu memeluku..
Api semangat yang tak pernah padam
Ulurkan tanganmu sa’at ku trjatuh
Embun pagi yang tak pernah kering             
Membasahi keringnya kerinduanku
                                Sungguh berada disampingmu adalah keindahan
                                Pancaran api kesucian yang tak pernah padam
                                Dalam bahagia yang tak pernah surut
                                Kurasakan dalam setiap cintamu
                                Yang kurasa,indahnya cintamu tak akan pernah kuganti…






                                                                SUARA   ANGIN  DALAM  TANAH
Aku tak tahu harus memaknai apa
Kesiur angin dalam tanah serupa teriakan
Kadangkala tangisan
Puisi,tapi tak terangkai dalam kata- kata maupun tanda
Melagukan himne masa depan
Namun bukan pula nyanyian yang asyik di dengarkan
                                Suara angin dalam tanah itu  bukan teriakan bukan tangisan
                                Tumpah dalam bentuk apa- apa atau apa saja yang tersisa
                                Hanya isyarat semenanjung do’a dari ketulusan paling purba
Mungkin moyang bosan melihat cucu cicit mereka  menyanyikan lagu nista dan dosa- dosa
Sungguh aku tak tahu harus memaknai apa atau melakukan apa saja
Menahan suara angin dalam tanah
Supaya tak lagi menyapa menyerupai apa- apa yang terlupa
Di benak tanah, di balik debu- debu nista.

                                                KUSAMBUT MALAM

Kusambut malam
Begitu para kembara rebahkan jiwa
Setelah letih bernafas
Dan kembali kepelukan bumi
            Kusambut malam
            Mata kata sembaya kematian
            Sementara mataku tetap terkatup
Henig, bisu,,,
Kurebahkan malamku yang sepi
Raga yang terbujur kaku
Menyusun mimpi menanti mati
            Kusambut malam
            Saat keranda bersuara
            Menanti kedatanganku
            Selamat malam, aku pergi,,,,

                                                @ -( senja )- @

Malam turun perlahan- lahan
Damai sentosa hening terang
Sunyi senyap alam sekarang
Suara angin tertahan-tahan
                        Bunga di kebun menutup kuntum
                        Lalu tidur didalam duka
                        Burung termenung mengingat duka
                        Dalam sarang rasa dihukum
                       

                                    (sungai  penghabisan )
aku kembara yang tak tahu jalan pulang…
pada siapa telah kutanyakan
namun tiada jawaban
aku kehilangan tanda-tanda
pohon jambu dan serikaya
di depan gapura desa
                        aku marah sa’at mereka tertawa
                        aku marah sa’at di sodori keranda
                        aku ingin hidup
                        mereka ingin aku mati
                        sungai dan hutan bayangan redup
                        diam- diam ku tangisi
aku tumbal sungai penghabisan
di potonnya lidah
aku tak bisa lagi bicara
di potongnya telinga
aku tak bisa lagi mendengar
di potongnya tangan
aku tak bisa lagi mengepal
di renggutnya jantung
darah menyungai tempat orang- orang merngapung….


                                    ( cinta )

Dia datang tanpa ku ketahiu
Memasuki pintu hatiku
Anganku melambung tinggi
Mengibak angin yang berhembus
                        Kini dia pergi tanpa permisi
                        Keluar dari lubuk hatiku
                        Dari hati yang paling dalam
                        Menggores sejuta angan di benaku
                        Merobek riban tirai di hariku
Dapatkah ku hentikan langkahnya
Atau ku biarkan berlalau dari anganku
Kini dia tinggal membekas di hatiku
Terkubur bersama anganku yang mati…

                                    ( apakah cinta itu )

Orang hidup karna cinta
Cinta yang membuat kita hidup
Seluruh dunia mengenal cinta, tapi apakah cinta itu…
                        Kita tak dapat hidup hanya dengan cinta
                        Cinta tak dapat membeli sesuatu
                        Tapi orang tak dapat hidup hanya dengan cinta
                        Kasih saying kebahagiaan ada dalam cinta
                        Kesedihan penderitaan ada juga dalam cinta
Manis asam itukah rasa  cinta?
Cinta tak boleh hilang dari muka bumi
Cinta tak boleh membuat dunia gila
Hanya itulah yang kutahu…


                                                SISA HUJAN

Gerimis yang merantau di halaman
 menggambarkan abad- abad yang tembaga
puing-puing sejarah masa lampau
bercermin padanya
                        rintik hujan selalu jadi harapan batu tua
                        yang makin kelam di bakar matahari
                        juga do’a- do’a kering di tenggorokan
                        karna mimpi indah saja tak kennyang
sedang tas-tas jarum jam
peringsut membawa hari-hariku
pada takdir rumput-rumput teki
                        adakah embun pagi itu
sisa hujan yang menyejukan hati?

                                                PIRANTI KEADILAN

Piranti keadilan
Rupa perkakas ucap tak bermakna
Diburu mengobrak abrik kampanye
Mwniup eksistensi
            Piranti keadilan
Menunjuk  elit politik tanpa  suara
Mendomisilikan diri   di tengah dera katkyat
Pengecut yang hanya mendekat rangka- rangka mimpi
            Piranti keadilan
Keberadaannya  berganti roktah anonym
Yang tak dikenal dalam pentas politik
Membangun fasilitas tak jelas
            Piranti keadilan
Terpampang di serbu papan reklame
Memikirkan karakter berkedok  muslim
Dalam kutukan serigala pencakar.

                                      DENGAN KASIH SAYANG

Dengan kasih saying
Kita simpan bedil dan kelewang
Punahlah gairah pada darah
          Jangan !
Jangan dibunuh  para lintah darat
Ciumlah dengan mesra anak jadah tak beraayah
Dan sumbatkan jariimu pada mulut peletupan
Karena darah para bajak  dan perampok
Akan mudah mendidih oleh pelor
Mereka bukan tapir atau budak
Hatinyapun berurusan cinta kasih
Seperti jendela terbuka bagi angin sejuk !
          Cibta yang sering  kehabisan cinta untuk mereka
          Cuma membenci yang Nampak 
          Hati takbisa berpelukan dengan hati mereka
          Terlampan terbatas pada lahiriah  masinga- masing
Terhadap sajak yang palig dalam
Bacalah dengan senyuman yang sabar
Jangan dibenci kaum pembunuh
Si miskin yang mengemis lagi
Dan terhadap penjahat yang paling  laknat
Pandanglah dari jendela hati yang bersih.

13 jan 2011
                 AKU MELIHAT
Ternyata aku hanyalah zarah debu,
Di keluasasan padang pasir
Yang menggemakan jejak kehadirat tuhan
        Lalu aku terperanjat
        Sa’at derap kaki muhamad
Membangunkan aku
Aku melihat darah
Aku melihat airmata
Aku melihat mayat
Aku menyaksikan segalanya
        Aku adalah seruling yang tercabut dari rumpunnya
        Kunyanyikan tangis
        Kunyanyikan duka
        Kunyanyikan rindu dendam
Dinia telah membusuk
Kusimpan itu dalam catatan
Tuhan, cabutlah aku kembali.

TRAGEDI NELAYAN
Memandan luas hamparan pulau
Panorama laut charisma pantai
Gelombang besar membawa buih
Hapuskan pasir bertulis kata
        Riak suara ombak kedamaian
        Pasang surut arus keras
        Kemilau planktom, rintih karang
        Tumbuhan hijau terbawa gelombang
Angiin berbisik di tengah sadra
Membawa mutiara ke tepi pantai
Pasir putih menghapus indah
Sandaran perahu gemuruh ombak
        Burung berkicau nyiur melambai
        Di tengah samudra badai terhempas
        Terjadi nelayan didalam pukat
        Matahari tenggelam bulan bersinar.

                        Sujudku jatuh

          Sujudku jatuh mencium tanah
          Yang dihampiri sajadah basah
          Tak kuasa bendunganku tumpah
          Runtuh nian jasadku lemah
Kidung sepi yang terlantun
Gulirkan zikir tak putus menuntun
Iringi detak nada-nada do’a yang mengalun
Luruhlah keangkuhannku turun
          Sajadah ini menjadi saksi
          Kupuja dia setulus hati
          Hanya dia yang kumiliki
          Karena hanya dia yang mau perduli
Aku yakin dia ada
Walau dia tampak tiada
Apakah karena aku manusia biasa
Hingga kukenal nama tiada rupa
          Ia tidak berkata-kata
          Ia tahu kita tiada sanggup mendengarnya
          Ia hanya meminta kita
          Membaca tanda-tanda kekuasaannya
Kita hidup karena dia
Mati pun kita karena dia
Putaran alam keingiinannya
Segala perjalanan atas kehendaknya
          Dialah tuhan
          Sumber kehidupan
          Kini kubersujud memohon ampunan
          Setelah lama ia terlupakan.

                             HARAPAN HAMPA
Dalam galau hati
Ada rasa ada ingin dan ada harap
Kalau aku bisa terbang kesana
Seiring tenggelam matahari
Kuteringat akan kakanda
Bisakah pantaai dan gelombang
Bertemu untuk selamanya
Hasrat hati sama seperti hayal dan angan
Yang takmungkin akan jadi kenyataan
Kanda datanglah, kumerindukanmu…

                   TAFAKUR
Ketika putriku tenggelam di cakrawala
Angin mati
Laut pun membisu
Sunyi mencekam
        Ketika keajaiban membentang
Ada rasa…
Ada gemuruh dalam dada
Kueja nada-nada
Nada ilahi
Dari tapak emi tapak jalan kehidupan
Kumencari secercik sinar
Rahmatnya
Pada tirai perkasa alam nyata
Ku syairkan lagu terindah
Dan rahasia-rahasianya
Ingin bersama
Dalam rengkuhannya

                        TERBANG

Tembangkanlah
Atas nama tuhanmu
Yang maha pencipta
Dan maha tahu
Tembangkanlah
Kesegenap penjuru
Dari gua yang hening
Ke medan yang hiruk pikuk
Dari gurun-gurun yang gersang
Kegunung-gunung nan hijau
Menjenguk laut dan pulau
Menembus hutan dan belantara
Melintas samudra demi samudra
Menyusur pesisir demi pesisir

Tembangkanlah
Atas nama tuhanmu
Di sepanjang waktu
Di malam yang kelam
Atau disiang benderang
Di subuh yang kudus

Tembangkanlah atas nama tuhanmu
Yang maha pemurah
Pencurah rahmat.

                   PENYELESAIAN  DIAKHIR  KEMATIAN
Seluit senja di padang angkasa
Ku tenggak  asmara nikmat dunia
Tanpa batas ku terlena
Beribu punndi ku tenggak seketika
Tuk mengejar kepuasan dunia
Sampai kulupa pada sang pencipta
            Kini  tubuhku terbaring tanpa daya
            Ingat kematian menjemput di pelupuk mata
            Seluruh syaraf menegang seketika
            Wajah angker menjelma di pelupuk mata
            Tak ada pertolongan datang
            Yang ada senyuman sisis berlaku
            Terbayang seluruh  dosa sa’at itu juga
            Hilang sudah yang ku harapkan di dunia.

                       
                                                MENDADAK



            Dalam keadaan bingung ku buat puisi ini
            Dalam keadan resah ku buat puisi ini
            Dalam keadaan panic ku karang puisi ini
            Mendadak!

            Aku bingung apa yang harus ku tulis
            Aku resah harus bagaimana
            Aku panic tak karuan
            Mendaddak!

            Ku tulis puisi ini           dengan hati resah
            Ku tulis puisi ini dengan hati gemetar
            Ku tulis puisi ini dengan keringat dingin

            Ahinya puisi ini pun jadi
            Akhirrnya rasa resahku hilang
            Akhirnya bebanku terlepas
            Oh.. mendadak

Sandiwara dunia


Ini bukanlah panggung sandiwara
Ini adalah sebuah alamnya
Penuh dengan bayang-bayang semu
Kejahatan, kemunafikan nan meraja lela
            Mana mungkin kebahagiaan di dapat
            Dan tiada syurga didapat tanpa iman
            Kedzoliman kian merajut hari bahagia
            Tinggal terselubung kabut petaka
Desiran angin menghempaskan duka
Kicauan burung menyenandungkan lagu dusta
Alampun murka tanpa bicara
Akibat ulah manusia
            Megahnya metro politan kebanggan yang ada
            Menumpuk harta adalah yang biasa
            Yang kuat semakin berkuasa
            Yang lemah tiada berdaya

Penyesalan diakhir kematian


Seluit senja dipadang angkasa
Kutenggak asmara nikmat dunia
Tanpa batas kuterlena
Beribu pundi kutenggak seketika
            Wajah rupawan kujadikan senjata
            Tuk mengejar kepuasan dunia
            Ku mabuk dalam ketenaran dunia